17 Feb 2016 19:50

Budaya Arab, Palembang dan Eropa Berpadu di Kampung Arab AL Munawar

Budaya Arab, Palembang dan Eropa Berpadu di Kampung Arab AL Munawar


Kaganga.com, Palembang - Kampung Arab Al Munawar, yang tepatnya berada di tepian Sungai Musi Kelurahan 13 Ulu baru-baru ini telah menasbihkan diri menjadi Kampung Wisata Sehat di Kota Palembang. Kaganga.com mencoba melirik apa-apa saja yang menjadi kekhasan Kampung yang mayoritas di huni oleh warga keturunan Arab ini. Seperti halnya kamoung wisata, arsitektur bangunan menjadi yang paling meononjol di kampung ini. Dimulai dari rumah yang berusia hingga 3 abad dan juga furniture dan keramik yang berbntuk unik dan berasal dari Luar Negeri seperti Eropa.

Tampilan Menarik Rumah di Kampung Arab ini menyajikan bentuk rumah panggung. Yang berbahan kayu Unglen berpadu dengan bebatuan yang Arsitekturnya berbentuk limas. Satu contohnya yakni Rumah milik Habib Adurrahman, meski berbentuk rumah limas, kesan-kesan sentuhan khas Timur tengah dan eropa tersemat pada bangunan itu. Mulai dari bentuk tangga yang berukiran kotak-kotak dan dihias pula dengan kubah mesjid bergaya Turki.

Batu marmer berusia ratusan tahun yang di bawa langsung dari Italia mengihas pula penampilan rumah itu. Marmer tersebut dipasang di lantai rumah berukuran sekitar 20 x 30 meter. Marmer tersebut berbentuk bujur sangkar 50 x 50 cm terlihat juga dipasang berjajar hingga ke lantai teras, hingga rasa penampilan rumah berdesain Eropa pun semakin kuat.

Rumah Sang Kapten

Sama seperti d Kampung Kapitan, disini juga ada seorang warga ketrunan yang di percaya mengatur langsung warga di kampung Arab Al Munawar. Pada tahun 1825, Pemerintah Belanda yang berada di kota Palembang melakukan pendekatan kepada setiap sukubangsa yang ada di kota Palembang. Untuk warga keturunan Arab diangkatlah pemimpin kaum dengan pangkat Kapten. Kapten terakhir yang ada di Kampung Al Munawar ini bernama Ahmad Al Munawar yang wafat tahun 1970. Rumah yang didiami tersebutpun sangat menarik sekali karna usianya yang sudah ratusan tahunpun masih terlihat kokoh.

Di rumah itu juga, Interior rumah tinggal orang Arab juga serupa dengan rumah orang Palembang. Sama seperti rumah limas pada umumnya, di beberapa rumah limas di pemukiman orang-orang Arab terlihat adanya pembagian ruangan yang bertingkat- tingkat. Namun dalam penerapan kehidupan sehari-hari makna dari pembagian tingkatan yang diyakini oleh orang-orang Arab berbeda dengan orang Palembang. Jika pada masyarakat Palembang pembagian tersebut didasarkan pada status sosial seseorang maka pada kelompok etnis Arab pembagian tersebut didasarkan pada tingkat pengetahuan agama, sehingga dapat dilihat pada acara-acara keagamaan kaum ulama menempati ruangan yang tertinggi.

Keunikan Jendela dan Pintu

Disalah satu rumah yang berusia ratusan tahun itu juga, terdapat pintu yang berukuran tingginya mencapai empat meter, serta daun jendela yang tingginya juga mencapai lebih kurang 2,5 meter yang terlihat menambah megah rumah berusia ratusan tahun itu. Terali pembentuk pagar di rumah berlantai dua tersebut juga jika diamati, berbentuk engsel berbahan kuningan menyerupai burung elang ketika jendela dalam posisi tertutup. Disini tempat yang sangat bagus untuk mengabdikan gambar.

Saat ini penghuni kampung-kampung tersebut tidak hanya keturunan Arab saja tetapi telah bercampur dengan kelompok-kelompok etnis lainnya. Umumnya warga keturunan Arab tersebut berprofesi sebagai pedagang. Sebagian besar rumah-rumah tua di kampung-kampung itu dihuni secara turun-temurun sehingga sudah menjadi hal yang biasa jika di dalam satu rumah terdiri dari beberapa keluarga.

Ketika dibincangi, Muhammad (53), Ketua RT 24 yang merupakan salah satu penghuni Kampung Arab mengatakan, pemerintah memang sudah lama menggaungkan Kampung Arab akan dijadikan destinasi wisata heritage dan agama. Pemprov Sumsel telah menyampaikan ke warga bahwa kawasan Kampung Arab akan dijadikan salah satu destinasi wisata di Palembang. Awalnya mau dibuat Kampung Santri oleh Balai Penelitian dan Pembangunan Inovasi Daerah (Balitbangnovda) Sumsel, namun sebulan ini juga disampaikan Kampung Arab akan dijadikan Kampung Pariwisata oleh Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel. Program itupun di respon warga setempat yang juga dapat berimbas nantinya dapat meningkatkan perekonomian warga.

Serta dengan adanya program itu juga jalan dan sarana prasarana yang rusak serta perawatan rumah-rumah dikampung itu dapat lebih baik lagi. Masih katanya, sajian makanan khas Arab yang akan menjadi ciri khas warga yang berada di Kampung Arab atau sebutan lainnya Kampung Al-Munawar ini. Ia juga mengungkapkan awalnya suku Al-Munawar-lah yang bermukim di kawasan ini. Ada 75 Kepala Keluarga (KK) di Kampung Arab, dan mereka semua merupakan keluarga besar dari daerah Yaman,Arab Saudi.

Saat inipun sudah ada 9 generasi Al Munawar yang tinggal di Kampung Arab. Bahkan,salah satu dari generasi ketiganya masih hidup, yaitu Muhammad Al Munawar yang berusia ratusan tahun. Kakek dua cucu ini juga merupakan keturunan ke-enam dari nenek moyangnya.

Kawasan ini juga mempunyai sekolah swasta, yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Kautsar, Taman Pendidikan Al-quran (TPA), dermaga, musholla, Poliklinik dan lainnya. Untuk bangunan madrasah dan TPA menggunakan rumah warga Kampung Baru yang berusia 200 tahun dan tidak dihuni lagi.

" Rumah panggung yang digunakan untuk sekolah, dulunya dihuni oleh salah satu warga kita. Namun, beliau pindah ke kawasan 16 Ulu dan membuat perkampungan arab juga disana, yang dinamakan Kampung Arab Asgaf. Rumah disini asalnya dari nenek moyang kami 200 tahunan yang lalu. Salah satu pendirinya yaitu Abdul Rahman Bin Muhammad Al-Munawar," ucapnya.

Budaya Kental Islami

Kegiatan Tradisi khusus yang rutin digelar di Kampung Arab ini adalah peringatan 'haul' wafatnya Abdul Rahman Bin Muhammad Al Munawar, yang digelar bertepatan dengan Isra' Mi'raj. Dimana, pada perayaan ini juga diadakan pernikahan warga Kampung Arab. Bahkan, dalam satu kali perhelatan, bisa menikahkan 7 pasangan pengantin dari Kampung Arab. Dalam acara ini juga, warga Kampung Arab akan menggelar berbagai kesenian khas daerahnya, seperti gambus, marawis, tarian dana dan lainnya.

Kendati merupakan acara adat mereka, namun para warga Kampung Arab membuka diri ke masyarakat lokal. Saat akad nikah, haul, perhelatan kesenian Arab, para warga dari luar Kampung Arab pun boleh untuk mengikuti acara mereka. Kebanyakan, para wanita Kampung Arab memilih menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT), namun ada beberapa wanita yang berkarir, salah satunya menjadi dosen. Sedangkan 80 persen laki-lakinya menggeluti bisnis perdagangan.

"Banyak pendatang asing yang datang ke Palembang. Namun hanya orang Arab yang boleh naik dan tinggal di daratan, sedangkan pendatang dari negara lain hanya boleh menetap di perairan saja. Kendati beda bangsa, namun Kesultanan Palembang Darussalam menganggap bangsa Arab mempunyai aqidah yang sama dengan kesultanan," ujar RM Ali Hanafiah, Sejarahwan Palembang.

Sementara itu, Erick (21) Mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta, mengatakan Kampung ini merupakan kampung yang penuh sejarah dan sebaiknya terus dan harus terjaga, bukan hanya sejarah kampungnya yang sudah memiliki bangunan ratusan tahun, namun kekhasan budaya dan religi yang telah dilakukan warga kampung arab ini secara turun temurun hingga saat ini harus dapat terus di pertahankan.

“ Kampung ini sejarah besar, budaya islami yang kental dan tatanan bangunan sejarah yang unik pun terlihat dari.mulai masuk perkampungan ini, sayapun menyempatkan diri untuk berpoto di pintu yang berukuran empat meter, karna unik sekali bangunan-bangunan itu,” pungkasnya.

Penulis : B Kurniadi
Editor : Riki Okta Putra

Tag : budpar Kampung Arab Al Munawar

Komentar